Penjawab: Ajeng Pramesthy Hardiani Kusuma, S.H., M.Kn.
(Biro Pelayanan dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember)
Bank merupakan salah satu badan usaha yang memilki fungsi dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional, dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Melihat dari banyaknya layanan keuangan yang disediakan oleh Bank, Kredit menjadi salah satu layanan yang banyak diminati oleh masyarakat umum maupun Nasabah Perbankan. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga
Bank dalam memberikan kredit (pinjaman) kepada Debitur (Nasabah) didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan bahwa penerima kredit yakni Debitur mampu mengembalikan pinjaman sesuai dengan Perjanjian yang disepakati bersama.
Kredit yang macet atau Non-Performing Loan (NPL) dapat terjadi apabila dalam proses terlaksananya pinjam meminjam dana, debitur tidak dapat membayar cicilan pokok dan/atau bunga yang dimilikinya secara tepat waktu. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua keterlambatan pembayaran utang dapat dikatakan sebagai kredit macet. Hal tersebut mengacu pada Pasal 92 Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, bahwa terdapat klasifikasi dalam pembayaran kredit :
10 hari sejak jatuh tempo. Klasifikasi Dalam Perhatian Khusus (DPK) : pembayaran terlambat antara 10-90 hari sejak jatuh tempo Klasifikasi Kurang Lancar : pembayaran terlambat antara 90-120 hari sejak jatuh tempo Klasifikasi Diragukan : pembayaran terlambat antara 120-180 hari sejak jatuh tempo
Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterlambatan dalam pembayaran utang dapat diklasifikasikan sebagai kredit macet apabila telah melewati waktu 180 hari (sekitar 6 bulan) terhitung sejak jatuh tempo.
Setiap Nasabah mengalami keterlambatan dalam pembayaran kredit, biasanya pihak perbankan akan mengirimkan surat somasi atau peringatan, dan ketika debitur membayar cicilannya lebih dari tenggat waktu yang telah ditentukan, debitur akan dikenakan biaya denda keterlambatan.
Debitur yang mengalami kredit macet, dapat melakukan upaya penyelamatan kredit dengan cara restrukturisasi kredit. Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum yang menyebutkan restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilkakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Beberapa langkah yang dapat ditempuh bank dalam manajemen kredit sekaligus untuk penyelamatan kredit dari Nasabah dan Debitur sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum diantaranya:
Penjadwalan Kembali (Rescheduling)
a. Memperpanjang jangka waktu kredit, diberikan kepada debitur agar debitur mempunyai waktu lebih lama untuk mengembalikan atau membayar kreditnya; dan
b. Memperpanjang jangka waktu angsuran, sehingga membuat angsuran menjadi lebih kecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.
Penyesuaian Kembali (Reconditioning)
Perubahan syarat-syarat kredit seperti perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a. Penurunan suku bunga;
b. Pengurangan tunggakan bunga kredit; dan
c. Pengungangan tunggakan pokok Kredit.
Penataan Kembali (Restructuring)
Perubahan syarat kredit berupa penambahan dana bank dan/atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dapat dilakukan dengan cara:
a. Penambahan fasilitas kredit;
b. Pengambil alihan agunan/aset debitur;
c. Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi Penyertaan dalam perusahaan; dan
d. Pembaharuan kredit (novasi).
Nasabah atau Debitur yang mengalami kredit macet dapat mengajukan upaya penyelamatan kredit dengan pilihan tersebut. Apabila langkah langkah tersebut di atas sudah dilakukan dan belum juga berhasil maka langkah yang terakhir adalah Penghapus bukuan kredit Macet. Berdasarkan hasil pengamatan, sebaiknya untuk para nasabah yang beritikad baik untuk mengangsur sedang mereka sedang mengalami kemunduran dalam berusaha maka sebaiknya mereka diberi kesempatan dengan cara non litigasi seperti negosiasi atau mediasi terlebih dahulu sebelum langkah-langkah yang lebih tegas diambil.
Menjawab Pertanyaan Kedua,
Selain dasar kepercayaan, terdapat juga unsur kredit lainnya yaitu waktu, tingkat resiko (degree of risk), dan Prestasi. Dalam mengajukan kredit tentu pihak bank atau kreditur biasanya menginginkan sebuah dasar kepercayaan berupa jaminan yaitu benda bergerak maupun benda tidak bergerak milik debitur.
Ketika Debitur dinyatakan kredit macet dan tidak dapat membayar kredit sesuai dengan yang di perjanjikan maka kreditur dapat mengambil alih jaminan milik debitur dalam hal ini berupa benda bergerak (kendaraan bermotor, mobil dll.) atau benda tidak bergerak (rumah, tanah). Benda jaminan tersebut dapat dilelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) hanya apabila sebelum dilaksanakan perjanjian kredit, benda tersebut sudah dibebankan Hak Tanggungan bagi benda tidak bergerak dan dibebankan Sertifikat Jaminan Fidusia bagi benda bergerak dikarenakan tanpa melalui putusan pengadilan sudah terdapat titel eksekutorial yang membuat pihak bank atau kreditur dapat langsung melaksanakan lelang. Namun, Apabila belum dibebankan hak tanggungan maupun jaminan fidusia maka kreditur harus mengajukan gugatan terlebih dahulu ke Pengadilan Negeri setempat untuk meminta agar putusan dari hakim dapat memerintahkan KPKNL untuk melaksanakan lelang.
Gugatan yang diajukan oleh Pihak Bank (Kreditur) kepada Debitur akibat kredit macet biasanya adalah gugatan Wanprestasi (Ingkar Janji) ataupun gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1234 KUHPerdata bahwa ada 3 macam bentuk prestasi yaitu untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu. Dalam hal ini, kredit macet dapat diklasifikasikan sebagai wanprestasi dikarenakan debitur tidak berbuat sesuatu yang mana sesuatu tersebut wajib untuk dilaksanakan sebagaimana perjanjian yang telah disepakati. Sehingga, ketika ada klausul dalam perjanjian kredit yang mewajibkan suatu prestasi kepada debitur untuk membayar dalam jangka waktu tertentu tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa Debitur wanprestasi (ingkar janji). Serupa dengan Wanprestasi, perbuatan melawan hukum dapat didalilkan kepada subyek hukum yang dirasa telah menimbulkan kerugian bagi subyek hukum yang lain dengan melanggar norma maupun aturan hukum yang berlaku. Dalam hal ini debitur yang merugikan pihak bank dapat juga digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum sebelum kemudian jaminan milik debitur akan dilelang.
Oleh karena itu, melihat alasan dilakukannya sita jaminan atau lelang dapat disimpulkan bahwa benda jaminan yang telah dijaminkan kepada Kreditur tidak bergantung pada selesai atau tidaknya masa kredit (jangka waktu pembayaran), dikarenakan pihak bank dapat kapanpun melakukan gugatan kepada debitur atas Wanprestasi maupun Perbuatan Melanggar Hukum akibat tidak terlaksananya prestasi oleh debitur. Pihak bank berhak untuk melaksanakan eksekusi barang jaminan dengan catatan telah ada kesepakatan sebelumnya, baik dalam perjanjian kredit maupun dalam pembebanan hak tanggungan dan/atau jaminan fidusia. Sementara gugatan yang diajukan akan melalui proses persidangan seperti mediasi, gugatan, pembuktian sehingga nanti semua tergantung kepada keputusan hakim.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 40/POJK.03/2019 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.