Penjawab: Abdul Azis Dumpa, S.H., M.H.
(Lembaga Bantuan Hukum Makassar)
Sebelum lebih jauh membahas tentang resiko yang dapat dihadapi konsumen saat transaksi jual beli maka yang harus dipahami lebih dulu adalah mengenai Transaksi Jual beli itu sendiri. Perbuatan Jual-beli diatur dalam pasal 1457 sampai Pasal 1540 KUH Perdata. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata bahwa “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”. Kemudian Pasal 1458 KUHPerdata mengatur bahwa: “Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”.
Jadi walaupun Transaksi jual beli telah terjadi namun tidak serta-merta kepemilikannya pun berpindah, kepemilikan sebuah barang akan berpindah ketika telah terjadi penyerahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1459 KUHperdata bahwa “Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut Pasal 612, 613 dan 616”.
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam jual beli Resiko merupakan kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) di luar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dikenal dengan istilah “keadaan memaksa” (overmacht, force majeur).
Suatu resiko akan menjadi tanggung jawab konsumen apabila terdapat kondisi sebagai berikut:
a. Mengenai barang tertentu (Pasal 1460);
“Jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya”.
b. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462).
“Sebaliknya jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur”.
c. Pasal 1505 KUHPerdata “Penjual tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri oleh pembeli”.
Pasal 27 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa:
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Adapun resiko yang akan didapatkan adalah tidak terpenuhinya apa yang menjadi Haknya sebagai konsumen yaitu menerima barang sesuai dengan apa yang diinginkan dan dijanjikan oleh penjual.
Demikian, semoga dapat membantu.