Strategi Pemerintah dalam Mempermudah Pengurusan Sertifikasi Halal untuk Usaha Makanan dan Minuman
-
Saat ini, banyak usaha makanan dan minuman yang tidak memiliki sertifikasi halal, meskipun bahan yang mereka gunakan benar-benar bebas dari bahan non-halal. Setelah diteliti lebih lanjut, banyak pelaku usaha yang mengaku mengalami kesulitan dalam mengurus sertifikasi halal karena berbagai hambatan. Hal ini tentu dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap produk mereka. Bagaimana strategi pemerintah agar proses pengurusan sertifikasi halal menjadi lebih mudah?
-
-
Penjawab: Hosiana Daniel A. Gultom, S.H., M.H.
(Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan)Saat ini dasar hukum sertifikasi halal adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sebagaimana telah diubah sebagian dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU No. 3 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal juncto Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja). Selain itu terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP No. 39 Tahun 2021 tentang PBJPH).
Dalam UU No. 33 Tahun 2014 telah dikemukakan bahwa jaminan produk halal diadakan untuk menjalankan ajaran agama, dimana negara wajib memberikan perlindungan dan jaminan kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat. Produk yang dinyatakan halal dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, serta meningkatkan nilai tambah terhadap pelaku usaha dalam memproduksi dan menjual produk tersebut. Produk halal merupakan produk yang dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam (Pasal 1 angka 2 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja).
Jaminan kehalalan produk berupa sertifikat diperlukan oleh umat Islam dalam rangka memberikan kepastian hukum atas kehalalan makanan dan minuman (Pasal 1 angka 5 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja). Sertifikat halal merupakan pengakuan kehalalan atas suatu produk yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa halal tertulis atau penetapan kehalalan Produk oleh Majelis Ulama Indonesia, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal (Pasal 1 angka 10 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja). BPJPH dibentuk oleh Pemerintah, fungsinya adalah menyelenggarakan jaminan produk halal dalam bentuk sertifikat (Pasal 1 angka 6 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja).
Produk makanan dan minuman yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang memang berasal dari bahan yang diharamkan, dimana produk yang demikian wajib diberikan keterangan tidak halal (Pasal 2 PP No. 39 Tahun 2021 tentang PBJPH). Artinya, pelaku usaha yang memproduksi dan menjual makanan dan minuman, walaupun benar-benar bebas dari bahan non-halal, namun tetap wajib mendapatkan sertifikat halal.
Dalam pertanyaan tidak terdapat keterangan hambatan apa yang dialami oleh pelaku usaha dalam pengurusan sertifikasi halal. Penjawab menemukan dua kendala yang sering kali dialami pelaku usaha makanan dan minuman di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Pertama, terkait dengan nomor induk berusaha (NIB) dan izin edar. Kedua, biaya dan prosedur pengurusan sertifikat halal.
NIB merupakan identitas pelaku usaha. Izin edar merupakan persetujuan hasil penilaian kriteria keamanan dan mutu suatu produk sebelum diedarkan di wilayah Republik Indonesia. Izin edar wajib tertera pada semua jenis produk yang dikonsumsi langsung oleh konsumen. Fungsinya untuk memastikan bahwa produk tersebut sudah aman karena telah dikurasi dan diteliti oleh para ahli di lembaga pemerintahan. Keduanya wajib dimiliki oleh pengusaha mikro, kecil, dan menengah yang membuat, memproduksi, maupun mengimpor makanan.
Pengajuan NIB dilakukan secara daring ke lembaga OSS melalui situs https://oss.go.id/. Persyaratan pengurusan NIB dapat dilihat dalam situs OSS. Pengurusannya tidak dikenakan biaya alias gratis. Adapun lembaga yang berwenang mengeluarkan izin edar makanan dan minuman adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Permohonan izin edar dilakukan secara elektronik ke e-reg.pom.go.id dengan membayar sejumlah biaya sesuai ketetapan. Setelah pelaku usaha makanan dan minuman mendapat NIB dan izin edar, selanjutnya dapat mengurus sertifikat halal ke BPJPH.Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, namun hingga saat ini masih banyak pelaku usaha makanan dan minuman kategori UMKM yang belum memiliki sertifikasi halal. Guna mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah mengambil dua langkah strategis. Pertama, di tahun 2024 ini Pemerintah mengadakan program sertifikasi halal gratis 2024. Persyaratan pengurusannya terdapat dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 150 Tahun 2022. Pengajuan dilakukan secara daring melalui aplikasi Pusaka SuperApps Kementerian Agama atau melalui sistem informasi halal di ptsp.halal.go.id.
Langkah strategis kedua, Pemerintah menunda kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku usaha kategori UMKM hingga tahun 2026. Hal tersebut dikarenakan hingga pertengahan tahun 2024 ini baru tercapai 4 juta sertifikat dari target 10 juta. Penting diketahui, bagi pelaku usaha kategori UMKM, Pemerintah memberikan fasilitas sertifikasi halal dengan mekanisme self declare. Penerbitan sertifikasi halal dengan cara ini tidak dibebankan biaya atau gratis. Self declare adalah sertifikasi halal yang dilakukan berdasarkan pernyataan pelaku usaha. Penetapan halal akan dikeluarkan oleh Komite Fatwa Produk Halal. Selain self declare, pemerintah juga menyediakan mekanisme sertifikasi halal regular yakni sertifikasi halal melalui pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Sertifikasi halal regular berlaku untuk skala usaha besar, menengah, kecil, dan mikro. Penetapan halal akan dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI, dan Komite Fatwa Produk Halal.
Pelaku usaha makanan dan minuman, khususnya UMKM, harus memanfaatkan kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah.
Demikian jawaban dari kami, semoga cukup jelas dan bermanfaat.Dasar hukum:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.Referensi:*
https://bpjph.halal.go.id/detail/produk-ini-harus-bersertifikat-halal-di-oktober-2024-bpjph-imbau-pelaku-usaha-segera-urus-sertifikasi-halal
https://www.hukumonline.com/berita/a/cara-mendaftar-sertifikasi-halal-gratis-2024-lt65f258888be74/
https://www.hukumonline.com/berita/a/kewajiban-sertifikasi-halal-bagi-umkm-ditunda-hingga-2026--ini-alasannya-lt66484f0113f64/?page=2
Share this post