Penindakan Otoritas Pemerintah terhadap Pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen oleh Bisnis
-
Apa tindakan yang dapat diambil oleh pemerintah terhadap bisnis pelaku usaha yang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?
-
Penjawab: Taufiqurochim, S.H.
(Lembaga Bantuan Hukum Surabaya)Sebelum menjawab pertanyaan saudara, terlebih dahulu kami ingin sampaikan bahwa bentuk perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan/atau mengedarkan sebuah produksi secara spesifik tengah diatur di dalam BAB IV Pasal 8 s/d Pasal 17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen).
Terhadap bentuk pelanggaran tersebut setidaknya dapat diringkas menjadi dua poin utama, yang pertama adalah produk yang diperjual belikan cacat dan yang kedua produk yang diperjual belikan berbahaya. Adapun yang dimaksud dengan barang cacat berkaitan dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat keamanan tertentu dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredaranya (Happy Susanto:2008).
Sedangkan kriteria barang yang berbahaya berkenaan dengan penggunaan zat, bahan kimia dan biologi dalam suatu produk yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, apabila pelaku usaha tengan melakukan perbuatan melanggar yang sudah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan maka pihak pelaku usaha wajib bertanggungjawab.
Bentuk pertanggungjawaban yang harus ditanggung oleh pelaku usaha, secara perdata lebih lanjut diatur dalam Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen yakni dengan memberikan ganti rugi berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Konsepsi pertanggungjawaban ini dalam tradisi civil law system, seperti Belanda pada kurun waktu kurang lebih 30 tahun sejak 1960-an terdapat dua putusun Hoge Raad.
Putusan pertama adalah Amsterdam v. Jumbo, kasus ini berkaitan tentang peristiwa seorang ibu tengah menggugat produsen botol karena bayi perempuannya tersiram air mendidih yang bocor dari botol yang digunakan oleh bayi tersebut. Hakim memutuskan bahwa Lekkende Kruik terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). Pada kasus tersebut, dalam debut sejarah hakim tengah menerapkan prinsip strict liability, kendatipun gugatanya perbuatan melawan hukum (tortius liability).
Kasus kedua adalah peredaran obat tidur merk Halicion, perusahaan Upjhon digugat ganti rugi akibat memasarkan obat rusak (defective). Terhadap dua kasus ini dapat kita pelajari bahwa pada prinsipnya bentuk pertanggungjawaban pelanggaran produk adalah tentang pertanggungjawaban perdata dari produsen untuk mengganti kerugian kepada pihak tertentu. Selain itu, UU Perlindungan Konsumen juga mengatur tentang pertanggungjawaban pidana bagi pelaku usaha apabila melanggar ketentuan yang sudah disayaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengingat hal tersebut, maka berkaitan dengan pertanyaan saudara, lantas apa kewenangan Pemerintah untuk melakukan tindakan atas persoalan tersebut?
Pada dasarnya tanggung jawaban pemerintah dalam melindungi konsumen sudah diatur di dalam Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Dalam ihwal tanggung jawaban tersebut, pemerintah mempunyai dua otoritas pertama, berperan dalam pembinaan dan kedua berperan dalam pengawasan.
Berdasarkan Pasal 29 hayat (4) usaha pembinaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah mencakup beberapa hal diantara adalah: a) menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dengan konsumen; b) mengembangkan lembaga perlindungan swadaya masyarakat; dan c) meningkatkan kwalitas sumber daya manusia serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
Sedangkan peran pemerintah dalam pengawasan menurut Pasal 30 berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan terhadap peredaran barang yang dipasarkan. lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 30 ayat (4), apabila ternyata pemerintah menemukan bukti bahwa barang yang diedarkan melanggar peraturan perundang-undangan dan membahayakan konsumen maka pemerintah berwenang mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tindakan pemerintah dalam melindungi konsumen atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha juga inheren dengan adanya pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), dan Badan Penyelesaian Sengeketa Konsumen (BPSK).
Lebih lanjut, penindakan pemerintah yang diwakili oleh institusi Kepolisian Republik Indonesia bahwa apabila terdapat perbuatan pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen, maka menurut Pasal 62 dan Pasal 63 dikenakan saksi berupa pidana. Adapun bentuk saksi pidana tersebut dapat berbentuk sanksi penjara atau denda dan dapat pula dijatuhi hukuman tambahan berupa perampasan barang, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan, kewajiban penarikan dan peredarang barang, serta pencabutan izin usaha.
Dasar hukum:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sumber referensi:
- Happy Susanto (2008) Has-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia.
Share this post