Strategi Menghindari Penipuan dan Penggelapan dalam Transaksi Online serta Peluang Pengembalian Uang
-
Bagaimana konsumen dapat secara efektif mengenali serta menghindari penipuan dan penggelapan yang semakin canggih dalam transaksi online, mengingat pertumbuhan pesat platform e-commerce dan layanan digital? Apakah konsumen yang menjadi korban penipuan dan penggelapan online di platform seperti Instagram atau Facebook, berbeda peluangnya dengan pengalaman di platform resmi seperti Shopee, dalam mendapatkan pengembalian uang mereka?
-
Penjawab: Yolanda Simbolon S.H., M.H.
(Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta)Platform online saat ini menjadi sarana yang populer di berbagai kalangan masyarakat untuk melakukan transaksi perdagangan. Tingginya penggunaan platform online juga menimbulkan risiko berupa munculnya kejahatan yang bergeser dari sistem konvensional menuju kejahatan berbasis digital salah satunya adalah penipuan online. Secara normatif, penipuan online merupakan kejahatan yang pengaturannya sama dengan penipuan yang terjadi secara konvensional. Adapun yang menjadi pembeda adalah modus, sarana, dan cara yang digunakan.
Tindak Pidana Penipuan Online
Pengaturan mengenai tindak pidana penipuan online dapat merujuk pada Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”), diatur bahwa “pelaku usaha dilarang untuk menawarkan suatu barang secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut tersedia atau dalam keadaan baik”. Bagi pelaku tindak pidana yang melanggar ketentuan tersebut maka dapat diancam pidana penjara maksimum lima tahun atau pidana denda maksimum dua miliar rupiah.
Selain merujuk pada UU Perlindungan Konsumen, penipuan online juga dapat dipersamakan dengan penipuan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang masih berlaku saat ini. Pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang”.
Pelaku penipuan online dapat dikenakan Pasal ini apabila memenuhi unsur-unsur diantaranya:
a. Terdapat maksud memberikan keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum;
b. Dilakukan dengan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan; dan
c. Mendorong orang lain untuk memberikan barang atau menghapus piutang.
Lebih lanjut dalam Pasal 378 KUHP disebutkan bahwa pelaku tindak pidana penipuan dapat dikenakan pidana penjara maksimum empat tahun.
Selain merujuk pada KUHP, tindak pidana penipuan online juga dapat merujuk pada Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE diatur bahwa “Setiap Orang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Adapun delik pidana yang dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini berbeda dengan delik pidana terkait penyebaran berita bohong. Konteks informasi atau pemberitahuan bohong yang dimaksud berkaitan dengan perdagangan melalui sistem elektronik. Bagi pelaku tindak pidana dapat dikenakan pidana penjara maksimum enam tahun dan/atau denda maksimum satu miliar rupiah.
Tiga ketentuan yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen, KUHP dan UU ITE tersebut memang mengatur mengenai penipuan namun dengan unsur-unsur yang berbeda. Meskipun demikian, ketiga ketentuan tersebut dapat digunakan sebagai dakwaan alternatif sehingga masing-masing dapat dibuktikan sesuai dengan fakta hukum yang ada. Tentu kasus yang satu berbeda dengan kasus yang lainnya, namun secara garis besar penipuan online dapat dikenakan satu dari antara tiga ketentuan tersebut.
Upaya Terhindar dari Penipuan Online
Dalam maraknya penipuan online, konsumen seringkali ada pada posisi yang lebih lemah. Dengan demikian, konsumen perlu untuk mendapatkan pelindungan hukum. Salah satunya konsumen berhak untuk terhindar dari adanya kerugian akibat pelaku usaha yang melakukan penipuan. Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah membuat platform yang membantu konsumen terhindar dari penipuan online. Melalui laman https://cekrekening.id/, Konsumen dapat terlebih dahulu melakukan pengecekan rekening dan nomor hp pelaku usaha sebelum melakukan transaksi, dengan cara sebagai berikut.- Pengecekan Rekening Pelaku Usaha
• Kunjungi laman https://cekrekening.id/
• Klik icon CEKREKENING.ID
• Pilih Cek Sekarang
• Masukan Nomor Rekening atau E-Wallet Pelaku Usaha
• Apabila muncul hasil Rekening atau E-Wallet mencurigakan, maka pilih Laporkan Rekening tersebut melalui menu yang tersedia. - Pengecekan Nomor Seluler Pelaku Usaha
• Kunjungi laman https://cekrekening.id/
• Klik icon ADUANNOMOR.ID
• Pilih Cek Nomor Seluler
• Masukan nomor seluler pelaku usaha
• Apabila muncul nomor seluler mencurigakan, maka Laporkan Nomor Seluler tersebut melalui menu yang tersedia.
Demikian penjelasan dari kami atas pertanyaan Saudara, semoga dapat bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Pengecekan Rekening Pelaku Usaha
Share this post