Tanggung Jawab E-commerce terhadap Plagiarisme Informasi Produk yang Terdaftar di DJKI
-
Bagaimana tanggung jawab e-commerce terhadap plagiarisme informasi produk, seperti foto katalog, yang sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)?
-
Penjawab: Dr. C. Kastowo, S.H., M.Hum.
(Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta)Sebelum menjawab secara lebih rinci, perlu adanya pemahaman bersama bahwa plagiarisme adalah merupakan istilah teknis dalam Hak Cipta. Plagiarisme secara sederhana dapat diberikan pengertian bahwa seseorang menggunakan karya orang lain yang sebenarnya dilindungi hak cipta, tapa memberikan keterangan yang cukup bahwa karya itu adalah karya orang lain. Oleh karena itu menjadi baik jika memanfaatkan karya orang lain wajib memberikan keterangan yang cukup atau kalau untuk suatu karya tulis, penulis memberikan sitasi yang benar.
Hak Cipta sebagaimana diatur dalam UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), memberikan hak kepada pencipta hak ekonomi dan hak moral (pasal 4). Hak ekonomi memberikan hak kepada pencipta untuk melakukan aktivitas yang memberikan hasil atau manfaat ekonomi, sedangkan hak moral berisikan hak untuk diakui bahwa suatu karya adalah karya seseorang yang memiliki keunikan, oleh karena itu dilarang mengubah atau jika akan dimanfaatkan oleh orang lain harus memberi pengakuan bahwa karya itu karya si pencipta.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UUHC dinyatakan bahwa terdapat berbagai karya di mana penciptanya dilindungi hak cipta. Ketentuan Pasal 40 mencakup antara lain karya pamflet dan karya fotografi sebagai hal yang penciptanya dilindungi hak cipta.
Terkait dengan pertanyaan tentang informasi produk, katalog, foto yang terdaftar di DJKI, jelas karya ini telah tercatat dan dilindungi hak cipta sehingga pemanfaatan untuk kepentingan ekonomi oleh pihak lain secara ekonomi wajib untuk meminta izin kepada pencipta. Izin menjadi penting karena hak cipta memberikan hak secara hanya kepada pencipta, artinya orang lain dapat saja memanfaatkan dengan syarat memperoleh izin dari pencipta. Pihak lain selain pencipta yang memanfaatkan karya yang dilindungi hak cipta tanpa izin dari pencipta adalah pelanggaran hak cipta.
Sebagai informasi tambahan, bahwa karya dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan sekalipun tidak didaftarkan di DJKI tetap dilindungi hak cipta. Sesuai ketentuan Pasal 1 angka1 UUHC pada intinya menyatakan bahwa hak cipta itu diperoleh pencipta secara otomatis setelah karya itu dituangkan dalam bentuk nyata. Oleh karena itu sekalipun karya cipta tidak didaftar, jika ada orang lain yang memanfaatkan secara ekonomi tanpa izin, maka perbuatan tersebut tetap merupakan pelanggaran dan memberikan kedudukan bagi pencipta untuk menuntut haknya.
Terkait dengan pertanyaan yang diajukan, dalam perdagangan secara on-line maka E-commerce Platform sebagai penyedia layanan yang kedudukannya sebagai pemberi fasilitas untuk terjadinya transaksi antara penjual (merchant) dengan pembeli (buyer atau konsumen). Oleh karena itu dalam hal ini posisi e commerce platform adalah sebagai pihak yang memuat informasi di mana informasinya sebagai hal yang melanggar hak cipta. Hal ini tentu berbeda jika E-commerce Platform memfasilitasi adanya perdagangan atas produk yang melanggar hak cipta.
Jika E-commerce Platform memfasilitasi untuk adanya transaksi produk yang melanggar Hak Cipta maka E-commerce Platform harus hati-hati dan mempertimbangkannya. Hal ini terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XXI/2023 yang pada intinya Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan perluasan isi muatan pasal 10 dan Pasal 114 (UUHC). Dalam putusan MK tersebut pada intinya bahwa Platform Layanan Digital berbasis User Generated Content (UGC) dilarang membiarkan adanya penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait pada tempat perdagangan dan/atau pada Platform digital yang dikelolanya.
Dari penjelasan di atas maka dapat dikemukakan bahwa dalam konteks pelanggaran hak cipta (plagiarisme) atas, e commerce dalam hal ini platform digital tidak dapat dikualifikasikan sebagai melakukan pelanggaran hak cipta. Pelaku pelanggaran hak cipta adalah pihak pemilik produk yang memanfaatkan informasi produk, termasuk foto katalog yang sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) milik orang lain.
Terima kasihSumber hukum
- Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/Puu-XXI/2023
Referensi:
Henry Soelistyo Budi, 2011, Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, Kanisius, Yogyakarta.
Share this post