Pengaturan Hukum Tentang Penjualan Menyesatkan
-
Bagaimana regulasi hukum mengatur praktik penjualan yang menyesatkan atau tidak etis di sektor kendaraan bermotor dan apa upaya pelindungan yang dapat diberikan kepada konsumen dalam melakukan pembelian kendaraan bermotor?
-
Penjawab: Lingga Parama Liofa, S.H.
(Lembaga Bantuan Hukum Surabaya)Berkaitan dengan praktik penjualan yang menyesatkan dengan tidak etis adalah dua hal yang berbeda. Dalam konteks informasi penjualan yang menyesatkan maka terdapat sebuah informasi yang seharusnya diberikan oleh pihak penjual namun informasi tersebut tidak diberikan oleh penjual baik sebelum maupun sesudah transaksi. Sementara berkaitan dengan tindakan tidak etis yakni berhubungan dengan nilai etik yang dipahami oleh sekolompok masyarakat seperti halnya sopan santun, adab dan tindakan perilaku.
Secara umum, berkaitan dengan informasi terhadap sebuah produk maka berdasarkan Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dikategorikan sebagai hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur terkait kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Selain itu, tindakan tersebut untuk memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas juga bagian dari kewajiban pelaku usaha. Oleh karena itu, dalam setiap penjualan produk maka menjadi hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas terkait produk yang dibelinya.
Dalam pertanyaan tersebut, tidak memperinci bentuk tindakan yang menyesatkan sehingga kami akan mengansumsikan dalam dua bentuk tindakan. Pertama, berkaitan dengan tindakan penipuan dan kedua berkaitan dengan tindakan wanprestasi.
Apabila tindakan yang dimaksud tersebut adalah tindak penipuan maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP. Dalam buku dengan judul Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentar Lengkap Pasal demi Pasal menyatakan bahwa unsur dari tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP yakni meliputi:
- membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan utang;
- maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri; dan
- membujuknya itu memakai.
a. nama palsu;
b. tipu muslihat; dan
c. karangan perkataan bohong.
Oleh karena itu, apabila sejak awal tindakan yang dilakukannya dilakukan dengan niat jahat berupa memalsukan sebuah kondisi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan tertentu maka tindakan penjualan yang menyesatkan merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak penipuan. Sehingga langkah hukum yang dapat ditempuh yakni melakukan upaya pelaporan di tempat kejadian tindakan tersebut dilakukan.
Selain itu, apabila tindakan penjualan yang menyesatkan tersebut bukan dilandaskan pada niat jahat untuk mendapatkan keuntungan akan tetapi disebabkan karena tidak terpenuhinya apa yang telah diperjanjikan maka dapat dikategorikan sebagai tindak wanprestasi. Wanprestasi sendiri telah diatur dalam ketentuan pasal 1243 KUHPer yang mengatur bahwa:
"Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan".Berdasarkan uraian pasal tersebut maka terdapat beberapa unsur dalam tindakan wanprestasi, yakni:
- ada perjanjian;
- ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
- telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.
Atas dasar hal tersebut maka apabila dalam tindakan penjualan yang menyesatkan dimaksud bukan dengan niat jahat untuk mendapatkan sebuah keuntungan maka dapat dikategorikan sebagai wanprestasi. Dengan demikian, tindakan tersebut dapat dilakukan upaya somasi terlebih dahulu untuk menyatakan bahwa orang tersebut lalai. Apabila telah dilakukan somasi tidak dijalankan isi dari perjanjian maka dapat dilakukan gugatan.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Share this post