Penjawab: Rizky Karo Karo, S.H., M.H.
(Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan)

Kami asumsikan dari pertanyaan Saudara bahwa penyedia jasa transportasi yang dimaksud adalah penyedia jasa transportasi umum dengan kendaraan bermotor. Pengguna moda transportasi umum baik darat, udara, dan air merupakan konsumen yang memiliki hak untuk dilindungi, memilih jenis angkutan umum transportasi darat yang akan digunakan dan dijamin keselamatannya oleh penyedia jasa transportasi, pengemudi, misalnya dalam Pasal 4 angka 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen bahwa konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.
Kelalaian penyedia jasa transportasi yang tetap memaksakan muatan penumpang demi keuntungan perusahaan dapat berpotensi terjadinya kecelakaan lalu lintas, dan membahayakan penumpang selaku konsumen.
Konsumen memiliki hak hukum atas kelalaian tersebut dengan dasar hukum di bawah ini:

Pengaturan tentang hubungan antara konsumen dengan penyedia jasa transportasi yakni:

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ); dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK).

Berdasarkan Pasal 140 UU LLAJ bahwa Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas: a. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan b. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek. Berdasarkan Pasal 143 UU LLAJ bahwa kriteria pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a harus: a. memiliki rute tetap dan teratur; b. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di Terminal untuk angkutan antar kota dan lintas batas negara; dan c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan perdesaan. Berdasar Pasal 151 UU LLAJ bahwa Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan d. angkutan orang di kawasan tertentu.

Kewajiban-kewajiban penyedia jasa transportasi berdasarkan UU LLAJ, yakni:

Pasal 138 ayat (1) UU LLAJ mewajibkan agar angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau; Pasal 169 ayat (1) UU LLAJ mewajibkan Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan. Pasal 191 UU LLAJ “Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan”; Pasal 192 ayat (1) UU LLAJ “Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang”; Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ “ Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.

Konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi langsung kepada penyedia jasa transportasi dengan melampirkan bukti-bukti yang tersedia, misalnya: (i) Konsumen wajib membuktikan bukti pembelian tiket atas nama konsumen langsung ataupun jika ada penggantian nama, konsumen dapat membuktikannya; (ii) Bukti keberangkatan bis atas nama konsumen langsung tiket baik bentuk fisik atau online; dan (iii) Bukti pembayaran rumah sakit apabila konsumen mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh penyedia jasa transportasi. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama).

Pertanggungjawaban pelaku usaha transportasi tersebut juga merupakan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam UU PK. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU PK bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UU PK bahwa Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Referensi:
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Dasar Hukum:
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.