Kedudukan dan Pertanggungjawaban Content creator/KOL/Influencer dalam Promosi Tidak Jujur di Media Sosial
-
Maraknya ulasan produk/barang yang disampaikan oleh content creator/KOL/influencer di platform TikTok dan Instagram sering kali berdasarkan naskah dari pihak pemilik usaha suatu produk, sehingga influencer membuat ulasan produk sesuai arahan. Bagaimana kedudukan content creator/KOL/influencer sebagai pihak yang menyampaikan promosi tidak jujur dan apa bentuk pertanggungjawaban content creator/KOL/influencer dalam promosi tidak jujur ini?
-
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia
Peran Iklan dalam Memberikan Informasi kepada Konsumen dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Iklan atau promosi adalah cara bagi konsumen untuk mengetahui barang atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha atau pengiklan. Konsumen pada dasarnya memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan memilih. Hak ini dilindungi oleh Pasal 4 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, di mana ditegaskan bahwa konsumen berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Pada saat yang sama, konsumen juga berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa tertentu.
Pelaku usaha biasanya menggunakan promosi sebagai bentuk informasi dan komunikasi nonpersonal yang didanai dan bersifat persuasif, mengenai produk-produk (barang, jasa, dan gagasan) dari sponsor yang teridentifikasi, disampaikan melalui berbagai macam media.
Konsumen yang berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur dijabarkan sebagai:
a. setiap orang yang memperoleh barang atau jasa untuk tujuan tertentu;
b. setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa untuk digunakan dalam membuat barang atau jasa lain yang akan diperdagangkan (tujuan komersial); dan
c. setiap individu yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, dan rumah tangganya, dan tidak untuk diperdagangkan kembali.Ketentuan-ketentuan di atas mengharuskan para pelaku usaha untuk menciptakan perdagangan yang tertib dan iklim usaha yang sehat. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang diperjualbelikan dalam masyarakat diproses dan dijual sesuai dengan aturan hukum. Itulah sebabnya, Pasal 7 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa pelaku usaha, pertama, berkewajiban untuk melakukan kegiatan usahanya dengan itikad baik dan, kedua, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
Regulasi dan Pertanggungjawaban dalam Promosi Produk oleh Influencer
Dalam konteks promosi, Pasal 8 ayat (1) huruf f, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen melarang “pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.” Undang-undang ini juga mengatur tanggung jawab pengiklan atau pihak yang mempromosikan produk, seperti content creator, KOL, atau influencer, meskipun tidak spesifik istilahnya. Dalam hal ini, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha menawarkan, mempromosikan, dan/atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut memenuhi kualifikasi/kriteria tertentu. Walaupun Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak menyebut content creator, KOL, atau influencer secara spesifik, namun undang-undang ini mendefinisikan pelaku usaha sebagai “setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Artinya, sepanjang content creator, KOL, atau influencer melakukan kegiatan usaha berupa promosi melalui akunnya masing-masing, maka mereka dikategorikan sebagai pelaku usaha yang tunduk pada larangan Pasal 8 dan 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan demikian, content creator, KOL, atau influencer sesungguhnya memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebenaran informasi atas produk dan/atau jasa yang akan mereka tawarkan, termasuk product liability (tanggung jawab produk) dan professional liability (tanggung jawab profesional).
Jika konsumen dirugikan akibat informasi yang diberikan saat promosi, mereka berhak menuntut pertanggungjawaban dari pelaku usaha atas ketidaklengkapan informasi tersebut. Tanggung jawab ini diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menetapkan bahwa pelaku usaha harus bertanggung jawab. Dalam hal ini, pelaku usaha yang dimaksud mencakup content creator, KOL, atau influencer karena mereka berperan sebagai pelaku usaha periklanan. Mengenai pertanggungjawaban ini juga diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyatakan jika informasi palsu menyebabkan kerugian, pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Pasal ini menyatakan bahwa setiap tindakan melawan hukum yang merugikan orang lain harus diganti oleh pelaku yang bersalah.
Namun demikian, sebagai catatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum sepenuhnya menjamin perlindungan hukum bagi konsumen yang dirugikan oleh content creator, KOL, atau influencer yang melakukan promosi.Hal ini dikarenakan undang-undang belum secara spesifik menyebut istilah-istilah tersebut sehingga diperlukan progresivitas hakim/penegak hukum dalam memahami content creator, KOL, atau influencer sebagai pelaku usaha. Dalam skema promosi ini. Selain itu, perlu dipahami juga bahwa menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tanggung jawab hukum atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan keterangan promosinya juga dapat dibebankan kepada pelaku usaha penjual produk dan/atau jasa tersebut, serta sebagai pihak pengiklan yang memanfaatkan content creator, KOL, atau influencer untuk mempromosikan produknya.
Share this post