Perlindungan Konsumen pada Proyek Properti Off-Plan
-
Apakah ada kebijakan atau regulasi khusus yang mengatur pelindungan konsumen untuk proyek-proyek properti yang masih dalam tahap pembangunan (off-plan)? Bagaimana konsumen dapat melindungi diri dari risiko keterlambatan atau kegagalan proyek?
-
Penjawab:Dr. E. Imma Indra Dewi W., SH., M.Hum.
Pusat Bantuan dan Konsultas Hukum Fakultas Hukum Atma Jaya YogyakartaProperti "off plan" adalah konsep property yang telah dirancang, namun belum seluruh pembangunannya dikerjakan. Konsep ini memiliki kelebihan dan kelemahan.
Secara yuridis, off plan diatur dalam UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam Pasal 12 ayat (2) UU No 1 Tahun 2011 diatur tentang syarat-syarat off plan property meliputi :
a. Status pemilikan tanah
b. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk
c. Ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum
d. Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
e. Hal yang diperjanjikan.”
Selanjutnya dalam Pasal 129 huruf (a) UU No 1 Tahun 2011 diatur bahwa setiap orang berhak menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Dengan demikian jika syarat dalam Pasal 42 UU No 1 Tahun 2011 dipenuhi maka ketentuan Pasal 129 UU No 1 Tahun 2011 dapat terlaksana.
Selain itu, dalam Pasal 4 huruf (a) UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur bahwa pembeli perumahan memiliki hak yang harus dipenuhi oleh pengembang yaitu hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Selanjutnya pada Pasal 7 huruf (d) UU No 8 Tahun 1999 diatur tentang kewajiban pengembang untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau dipedagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Hak-hak konsumen pada dasarnya bersifat mutlak untuk dipenuhi. Jadi kewajiban menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku dalam pembangunan property juga bersifat mutlak bagi pengembang. Pembangunan yang sesuai dengan ketentuan dimaksudkan agar terpenuhi kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum, peningkatan kualitas, rancang bangun, serta yang terpenting mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan dengan rencana tata ruang wilayah. Semua hal tersebut merupakan kewajiban pengembang.
Dalam Pasal 134 UU No 1 Tahun 2011 diatur larangan pengembang melakukan pembangunan property tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan. Selain itu diatur pula ketentuan pidana bagi pengembang dalam Pasal 151 ayat (1) UU No 1 Tahun 2011 bahwa setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000 (lima miliar rupiah). Menurut KUH Perdata, perbuatan demikian disebut wanprestasi oleh pengembang kepada konsumennya. Akibat hukum bagi pengembang yang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian adalah wajib mengganti kerugian dan pengembang harus menyelesaikan prestasinya, kecuali apabila terdapat klausula pembatalan perjanjian jika terjadi wanprestasi. Bagi konsumen berdasarkan Pasal 1267 KUH Perdata, dapat menuntut pemenuhan perikatan dan dapat meminta ganti kerugian kepada pengembang. Selain itu, konsumen juga dapat menuntut pembatalan perikatan, pemenuhan perikatan dan ganti kerugian, pembatalan perikatan dan ganti kerugian, peralihan resiko dan pembayaran biaya-biaya perkara kepada pengembang apabila penyelesaian perkara sampai ke Pengadilan.
Share this post